Goosebumps



SYNOPSIS
CEPAT TEMUKAN KEPALAKU ATAU KAU AKAN...
Semua orang tahu tentang Hill House, atraksi turis terbesar di Wheeler Falls, karena rumah itu berhantu. Hantu anak laki-laki berusia tiga belas tahun, hantu tanpa kepala. Duane dan Stephanie sering ikut tur di Hill House, mereka tidak gentar meski rumah itu gelap, mengerikan dan sangat menyeramkan. Namun demikian, mereka belum pernah melihat hantu di sana, sampai suatu malam ketika mereka memutuskan untuk melakukan pencarian...  Pencarian kepala si hantu anak laki-laki..




1.
Stephanie Alpert dan aku menghantui daerah di sekitar tempat tinggal kami. ide itu kami dapat waktu Halloween lalu.

Di daerah kami banyak anak kecil, dan kami paling senang menakut - nakuti mereka.

Kadang - kadang, dengan memakai topeng, kami menyelinap keluar malam - malam, lalu  melongok ke jendela kamar anak - anak. Sering kali kami meletakkan tangan dan jari dari  karet di ambang jendela mereka. tak jarang kami buka kotak surat dan menyelipkan barang - barang yang pasti bakal membuat mereka menjerit - jerit.

Stephanie dan aku juga sering bersembunyi di balik semak - semak, d an meneriakkan suara - suara aneh,  raungan binatang atau erangan hantu. Stephanie paling jago melolong seperti  manusia serigala. dan aku paling suka mendongakkan kepala lalu  berteriak keras - keras.  saking kerasnya, daun - daun di pepohonan sampai bergetar.

usaha kami tidak sia - sia, hampir semua anak di daerah kami jadi ngeri, setiap hari mereka  mengintip dulu dari pintu rumah masing masing untuk  memastikan keadaan aman, baru  setelah itu mereka berani keluar. malam hari, sebagian anak tidak berani keluar sendirian.

bangga juga rasanya jadi makhluk yang ditakuti, pada siang hari kami cuma  Stephanie Alpert dan Duane Comack, dua anak berumur dua belas tahun yang tidak berbeda dari anak - anak  lain. tapi pada malam hari, kami menjelma menjadi si teror kembar dari wheeler falls.

tak ada yang tahu, tak seorang pun tahu identitas kami yang sebenarnya, kami berdua duduk di kelas enam di Wheeler Middle School, kami sama - sama bertubuh tinggi kurus. hanya saja stephanie beberapa senti lebih tinggi, sebab rambutnya lebih tebal.

banyak orang menyangka kami kakak adik, tapi sebenarnya tidak, kami sama - sama tidak punya kakak atau adik, meski sama sekali tidak membuat kami sedih

kami tinggal di jalan yang sama, rumah stephanie berhadapan dengan rumahku. kami biasa bertukar makan siang meski bekal kami sama yaitu roti selai kacang

kami anak - anak biasa, seratus persen normal, hanya saja kami punya hobi rahasia di malam hari, mau tahu bagaimana kami sampai jadi si teror kembar? ceritanya agak panjang...

*****

Semuanya berawal dari perayaan halloween yang lalu. udara malam itu sejuk, bintang - bintang bertaburan di langit. bulan purnama seperti melayang di atas pohon - pohon gundul. aku sedang berdiri di depan jendela kamar stephanie dengan kostum. malaikat maut-ku yang seram. aku berjinjit, berusaha mengintip kostum yang ia pakai.

“ hey, kau curang duane, jangan mengintip kostumku” seru stephanie di balik jendela yang tertutup, lalu ia menarik tirai.

"Aku ridak mengintip" kataku "Aku cuma meregangkan otot"

Sebenarnya aku memang sudah tak sabar ingin melihat kostum yang ia pakai kali ini. setiap halloween ia tampil dengan kostum yang keren sekali. tahun lalu seluruh tubuhnya dibalut kertas toilet hijau sampai menggembung seperti bola, benar, ia jadi selada raksasa. Tapi tahun ini rasanya aku mengalahkan dia, aku benar - benar bekerja keras untuk menyiapkan kostum malaikat maut-ku. aku pakai sepatu bersol tebal, cukup tebal untuk membuatku lebih tinggi dari stephanie. jubahku yang hitam dan bertudung begitu panjang sampai menyapu tanah. rambutku yang ikal kusembunyikan di balik lapisan karet, supaya kepalaku berkesan gundul. dan wajahku kupoles makeup, sehingga warnanya seperti roti bulukan.

Bahkan ayahku menolak menatapku. katanya ia takut perutnya mual, berarti kostumku sukses berat, aku sudah tak sabar untuk membuat stephanie memiki ketakutan, kuketuk - ketuk jendelanya dengan arit malaikat mautku, “Hei steph, cepatlah” aku berkata padanya “aku sudah mulai lapar, kita bisa tidak kebagian permen nanti”

Aku menunggu dan menuggu, aku berjalan mundar - mandir di pekarangan depan, jubahku yang panjang menyapu rumput dan daun - daun mati.

“Hey, lama sekali kau” aku berkata sekali lagi, ia belum muncul juga, sambil mendengus kesal aku berbalik ke jendelanya. dan tiba - tiba seekor binatang besar berbulu menerjangku dari belakang dan menggigit kepalaku.


2.
Ehm, sebenarnya sih, kepalaku tidak sampai digigit, makhluk itu hanya mencoba menggigit, ia mengeram - ngeram, berusaha menyambar leherku dengan gigi taringnya yang panjang.

Aku mundur terhuyung - huyung. Makhluk itu menyerupai kucing hitam raksasa, seluruh tubuhnya tertutup bulu hitam kasar, gumpalan - gumpalan lendir berwarna kuning melekat di telinga dan hidungnya yang hitam. Gigi taringnya yang panjang dan runcing berkilau - kilau dalam gelap.

Makhluk itu mengeram lagi dan mengayunkan cakarnya. “permen.. mana permenmu?”

“stephanie...?” ujarku terbata - bata. itu pasti stephanie, kan?
Sebagai jawaban, makhluk itu memukul perutku dengan cakarnya. saat itulah kulihat arloji mickey mouse kepunyaan stephanie di pergelangan tangannya. “Wow, stephanie, kostummu keren banget, kau benar - benar...” aku tidak sempat menyelesaikan kata - kataku, stephanie menyeretku, lalu merunduk di balik semak
- semak.

lututku membentur trotoar, “Aduh” aku berteriak“ apa - apaan sih? kau sudah gila?”

sekelompok anak kecil berkostum lewat di depan kami, stephanie melompat maju dan mencegat mereka “Arrrrrrgggghhhhh!” ia menggeram. Anak - anak itu benar - benar ketakutan, mereka langsung membalik dan kabur pontang - panting, saking ngerinya, tiga dari mereka sampai melepaskan kantong berisi permen yang telah mereka kumpulkan, stephanie langsung memungut kantong - kantong itu. “Hmmm... asyik”

“Wow, kau membuat mereka lari terbirit - birit” ujarku sambil memperhatikan anak - anak itu  lari ke ujung jalan, “hebat”. Stephanie tertawam, tawanya konyol dan melengking, mirip suara ayam yang digelitik, aku selalu ikut tertawa kalau mendengarnya, “yeah, seru juga” sahutnya “Lebih seru dari mengumpulkan permen”

Jadi, malam itu kami habiskan dengan menakut - nakuti anak kecil, permen yang kami dapat  tak seberapa, tapi kami benar - benar gembira, “coba kalau kita bisa begini setiap malam”  ujarku ketika kami berjalan pul
ang.

“kenapa tidak bisa?” balas stephanie sambil nyengir. “Kita perlu tunggu halloween untuk  menakut - nakuti anak kecil, Duane, tahu kan, apa yang kumaksud?” Ya, aku tahu.

Stephanie mendongakkan kepalanya, lalu tertawa seperti ayam, mau tak mau aku ikut tertawa, jadi, begitulah awal mula stephanie dan aku menghantui daeah kami, kalau malam sudah larut, si teror kembar beraksi di segala penjuru, pokoknya tak ada tempat yang aman.

Ehm.. tepatnya hampir tak ada tempat yang aman, ada satu tempat yang terlalu menakutkan, bahkan bagi stephanie dan aku, yaitu rumah tua di blok sebelah. orang - orang menyebutnya rumah tua di blok sebelah. Orang - orang menyebutnya Hill House, mungkin karena letaknya di atas bukit tinggi Hill Street.

Memang hampir di semua kota ada rumah hantu, tapi Hill House benar - benar ada hantunya, Stephanie dan aku tahu pasti, sebab di situlah kami ketemu hantu tanpa kepala.


3.
Hill House adalah atraksi wisata paling laku di Wheeler Falls, karena Hill House memang satu - satunya atraksi wisata di sini.

barangkali kau pernah dengar tentang Hill House, rumah itu sering disebut dalam banyak buku, Tur Hill House untuk para pengunjung diadakan setiap jam, dipandu oleh orang - orang berseragam hitam. Gerak - gerik mereka benar - benar seram, dan mereka selalu menceritakan kisah - kisah menakutkan tentang rumah itu. kadang - kadang aku sampai merinding kalau mendengar cerita - cerita mereka.
Stephanie dan aku paling senang ikut tur itu, apalagi kalau dipandu oleh Otto, Otto pemandu favorit kami, Otto bertubuh besar dan berkepala botak, tampangnya seolah bisa menembus tubuh kita, suaranya menggelegar, kadang - kadang kalau Otto mengantar kami dari satu ruang ke ruang lain, ia sengaja merendahkan suara. Saking pelannya, suaranya nyaris tak terdengar,  lalu ia membelalakkan mata, mengacungkan tangan dan berteriak, “Itu hantunya! itu!”

Bukan cuma tampang Otto yang seram, senyumnya juga, entah sudah berapa kali stephanie dan aku ikut tur Hill House. Yang jelas, saking seringnya, kami sudah pantas jadi pemandu, kami tahu semua ruangan, semua tempat di mana orang pernah melihat hantu, hantu sungguhan!


kami betah sekali di tempat - tempat seperti itu, mau tahu kisah Hill House? Hmm.. beginilah ceritanya yang biasa dituturkan Otto, Edma, dan para pemandu lain.

***
Hill house sudah berumur dua ratus tahun, dan hantu sudah gentayangan sejak hari pertama orang - orang mengumpulkan batu untuk membangunnya, seorang kapten kapal yang masih muda membangun rumah ini untuk istri yang baru dinikahinya, tapi pada saat pembangunannya selesai, si kapten kapal harus bertugas di laut.


Istrinya tinggal seorang diri di rumah yang dingin dan gelap, dengan begitu banyak kamar dan lorong - lorong yang sepertinya tak berujung, berbulan - bulan ia memandang keluar dari jendela kamar dan lorong - lorong yang sepertinya tak berujung, berbulan - bulan ia  memandang keluar dari jendela kamar tidur, jendela yang menghadap ke sungai, dengan sabar ia menanti kepulangan suaminya.


Musim dingin berlalu, disusul musim semi, lalu musim panas, tapi si kapten tak pernah kembali, ia hilang di laut, satu tahun setelah kapten kapal hilang, hantu si kapten kapal, ia kembali dari alam baka, kembali untuk mencari istrinya, setiap malam ia berkeliling membawa lentera dan memanggil - manggil nama istrinya, “Annabel! Annabel!!”


tapi Annabel tidak pernah menyahut, ia begitu sedih sehingga pergi dari rumah besar itu, ia tidak mau melihat rumah itu lagi, tahun demi tahun berlalu, dan banyak orang mendengar si hantu memanggil - manggil di malam hari, “Annabel! Annabel!” orang - orang bisa mendengar suara si hantu, tapi tak pernah ada yang melihatnya.


Kemudian, seratus tahun lalu, rumah itu dibeli oleh keluarga Craw, mereka punya anak laki - laki bernama Andrew yang berumur tiga belas tahun, Andrew nakal dan jahat, ia paling senang berbuat iseng terhadap pelayan, ia sering menakuti mereka, ia bahkan pernah melempar kucing dari jendela, dan ia kecewa karena kucing itu tidak mati, orang tua Andrew pun kewalahan menghadapi anak mereka yang brengsek. Karena itu Andrew lebih sering menghabiskan waktu sendirian, menyelidiki rumah tua mereka, atau mencari - cari masalah.


Suatu hari, ia menemukan sebuah ruangan yang belum pernah dimasukinya. Pintu kayu yang berat didorongnya sampai membuka, pintu itu berderit - derit, kemudian ia melangkah masuk, di atas meja kecil ada lentera yang menyala redup, selain itu kosong, tak ada benda apapun, juga tak ada yang duduk di meja.


“Aneh” pikir Andrew, “kenapa ada lentera menyala di ruangan yang kosong?” Andrew menghampiri lentera itu, ketika ia membungkuk untuk mematikannya, si hantu muncul, hantu si kapten kapal!


Hantu itu kini telah jadi makhluk tua yang mengerikan, kukunya yang panjang dan putih tumbuh melingkar - lingkar, gigi - gigi hitam yang retak menyembul dari balik bibir yang kering dan pecah - pecah, dan wajahnya setengah tertutup janggut yang kasar.


Andrew membelalakkan mata karena ngeri, “Siapa kau?” tanyanya sambil tergagap - gagap, Hantu itu tidak menyahut, ia malah melayang mendekati lingkaran cahaya lentera, menatap Andrew sambil mendelik, “Siapa kau? mau apa kau? kenapa kau ada di sini?” tanya Andrew.


hantu itu tetap membisu Andrew berbalik, berusaha kabur, tapi sebelum sempat ia menjauh, hembusan napas si hantu sudah terasa di tengkuknya, Andrew berusaha meraih pegangan pintu, tapi hantu tua itu melayang mengitari dirinya, berputar - putar bagaikan asap hitam di tengah cahaya kuning.


“jangan! berhenti!” Andrew menjerit. “lepaskan aku! ” hantu itu membuka mulut, memperhatikan lubang hitam yang dalam, seolah tanpa dasar. Akhirnya ia angkat bicara, ia berbisik dengan suara menyerupai gemerisik daun - daun mati. “kau sudah melihatku, kau tidak bisa pergi”


“jangan” Andrew menjerit, “lepaskan aku!” hantu itu tidak menghiraukan teriakan - teriakan Andrew, ia mengulangi ucapannya dengan suara yang membuat bulu kuduk berdiri. “kau sudah melihatku, kau tidak bisa pergi” si hantu tua meraih kapala Andrew, jarinya yang sedingin es memegang wajah anak itu, lalu tangannya mengencang, mengencang, tahu apa yang terjadi setelah itu?



4.
Si hantu mencopot kepala Andrew dan menyembunyikannya di suatu tempat di Hill House! Setelah menyembunyikan kepala Andrew di rumah yang besar dan gelap, hantu si kapten kapal melolong panjang sehingga dinding - dinding batu yang tebal ikut bergetar, lolongan mengerikan itu berakhir dengan seruan, “Annabel! Annabel!”

Setelah itu si hantu tua itu lenyap untuk selamanya, tapi jangan disangka Hill House sudah bebas dari hantu yang bergentayangan di lorong - lorong panjang, sejak itu hantu Andrew yang berkeliaran di Hill House. Setiap malam hantu anak malang itu menyusuri lorong - lorong, keluar masuk ruangan untuk mencari kepalanya yang hilang.